Minggu, 25 Desember 2016

JEJAK PENGUASAAN RAJA AIRLANGGA DI KOTA LAMONGAN

Kesejarahan Kabupaten Lamongan dibandingkan dengan beberapa wilayah Kabupaten lainnya di Jawa Timur, nama Lamongan seolah tenggelam dalam khasanah kesejarahan yang beredar di masyarakat Indonesia pada umumnya. Beberapa daerah kabupaten lain di sekitar Lamongan mungkin sangat dikenal oleh banyak orang dari aspek kesejarahan wilayahnya, misalnya Mojokerto dengan kerajaan Majapahit-nya, Tuban dengan sejarah adipati Ranggalawe-nya yang juga terkenal pada era pemerintahan kerajaan Majapahit. Sejarah tidak banyak mencatat tentang keberadaan Kabupaten / wilayah Lamongan segamblang Kadipaten atau Kerajaan Tuban terlebih bila dibandingkan dengan Majapahit.
Wilayah kabupaten Lamongan sebenarnya sudah dihuni oleh manusia semenjak jaman sebelum  masehi, Hal ini berdasarkan temuan benda-benda kuno berupa kapak corong, candrasa, dan gelang-gelang (perhiasan) kuno di sekitar desa Mantup, Kecamatan Mantup. Beberapa penemuan lain berupa Nekara dari perunggu yang ditemukan di Desa Kradenanrejo Kecamatan Kedungpring. Benda-benda tersebut menurut periodesasi prasejarah termasuk dalam masa perundagian di Indonesia yang berkembang semenjak lebih kurang 300 SM.
Bukti-bukti lain yang memperkuat bahwa wilayah Lamongan telah dihuni manusia pada prasejarah ialah ditemukannya kerangka manusia, dan manik-manik kaca, lempengan emas, kalung-kalung emas, benda-benda besi, gerabah, tulang binatang dan lain-lain juga di Desa Kradenanrejo Kecamatan Kedungpring. Sistem penguburan dengan menggunakan nekara sebagai wadah jasad manusia dan benda-benda milik si mati, berlaku pada masa perundagian. Kapak corong dan candrasa saat ini disimpan di Museum Mpu Tantular Surabaya di bawah no.4437 dan 4438, begitu juga dengan nekara[1]
Pengaruh agama dan kebudayaan Hindu di wilayah Lamongan ternyata juga  cukup luas, salah satunya adalah keberadaan raja Airlangga. Lamongan memang menyimpan banyak data berkaitan dengan masa pemerintahan kerajaan Prabu Airlangga, terutama berupa tulisan diatas batu atau yang biasa disebut dengan prasasti batu. Dari data sementara yang terkumpul paling tidak terdapat 41 prasasti batu yang sebagian besar diperkirakan berasal dari zaman sebelum munculnya Kerajaan Majapahit, namun demikian belum pernah ditemukan adanya keterangan prasasti pada era Singasari. Beberapa prasasti seperti prasasti Pamwatan (Pamotan), prasasti Pasar Legi (Sendang Rejo, dulunya satu Desa), prasasti Puncakwangi, Prasasti Wotan (Slahar Wotan), dan lainnya jelas teridentifikasi sebagai prasasti-prasasti yang di keluarkan oleh Prabu Airlangga. Selain prasasti-prasasti tersebut ternyata masih banyak jajaran prasasti lainnya yang belum teridentifikasi secara pasti mengenai tahun dikeluarkannya prasasti dan juga kandungan isi dari prasasti itu sendiri [2]
Menurut hasil penelitian para arkeolog, sebagian besar prasasti Airlangga banyak ditemukan disekitar Jombang dan Lamongan, membujur dari sekitar Ploso ditepian sungai Brantas, Sambeng, Ngimbang, Modo, dan Babat sekitar Bengawan Solo. Berdasarkan data faktual berupa prasasti tersebut maka tidak heran jika banyak ahli sejarah yang menyimpulkan bahwa pusat kekuasaan Raja Airlangga diperkirakan berada di sekitar Ngimbang. Jika pendapat ini benar maka bisa dipastikan bahwa Lamongan merupakan daerah yang penting semasa Pemerintahan Kerajaan Airlangga. Dengan demikian maka tidak dapat dipungkiri bahwa wilayah Lamongan menjadi sentral dalam upaya mengungkap dan mempelajari sejarah kerajaan Airlangga.

Siapakah Raja Airlangga itu ?
Airlangga berarti air yang melompat. Ia lahir di pulau Bali tahun 991 Masehi dan meninggal di Belahan tahun 1049. Ayahnya bernama Udayana, raja Kerajaan Bedahulu, Bali  dari Wangsa Warmadewa. Ibunya bernama Mahendradatta, seorang putri Wangsa Isyana dari Kerajaan Medang. Ia dibesarkan di istana Watugaluh (kerajaan Medang) dibawah pemerintahan raja Dharmawangsa. Waktu itu Medang menjadi kerajaan yang cukup kuat, bahkan mengadakan penaklukan ke Bali, mendirikan koloni di Kalimantan Barat, serta mengadakan serangan ke Sriwijaya. Airlangga memiliki dua orang adik, yaitu Marakata (menjadi raja Bali sepeninggal ayah mereka) dan Anak Wungsu (naik takhta sepeninggal Marakata). Dalam berbagai prasasti yang dikeluarkannya, Airlangga mengakui sebagai keturunan dari Mpu Sindok dari Wangsa Isyana dari kerajaan Medang Mataram di Jawa Tengah (Endik Koeswoyo, 2009 : 96)
Airlangga adalah pendiri Kerajaan Kahuripan, yang memerintah 1019-1042 M dengan gelar Abhiseka Sri Maharaja Rakai Halu Sri Dharmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa. Sebagai seorang raja, ia memerintahkan Mpu Kanwa untuk mengubah Kakawin Arjunawiwaha yang menggambarkan keberhasilannya dalam peperangan. Di akhir masa pemerintahannya, kerajaannya dibelah dua menjadi Kerajaan Kadiri dan Kerajaan Janggala bagi kedua putranya. Nama Airlangga sampai saat ini masih terkenal dalam berbagai cerita rakyat, dan sering diabadikan di berbagai tempat di Indonesia.

Silsilah Raja Airlangga
Silsilah yang dibuat dari salah satu prasastinya yaitu Prasasti Pucangan sansekerta yang berangka tahun 1037 (959 saka) yang memuat data tentang riwayat hidup Airlangga jelas terlihat sebuah silsilah keluarga dari Mpu Sindok hingga Airlangga. Dimulai dari Mpu Sindok yang dicantumkan namaya dalam Prasasti Pucangan sansekerta pada awal silsilah yaitu Sri Ishanatungga, kemudian mempunyai anak perempuan yang bernama Sri Isanatunggawijaya yang bersuamikan Sri Lokapala dan mempunyai putra yang bernama Sri Makutawangsawardddhana, kemudian ia mempunyai putri yang diberi nama olehnya yaitu Mahendradatta atau Gunapriyadhammapatni, yang kemudian menikah dengan Udayana yang merupakan Raja Bali dari wangsa warwadewa, dan mempunyai anak yang bernama Airlangga.

Jejak Penguasaan Raja Airlangga di Lamongan dalam Kajian Analisis Prasasti dan Foklor
Berdasarkan bukti peninggalan Prasasti Airlangga di wilayah Lamongan, diantaranya : Prasasti Pamwatan 964 Śaka, Prasasti Pasar legi 965 Śaka, Prasasti Sendang Gede, Prasasti Drujugurit, Prasasti Lemahbang, Prasasti Wotan,  Prasasti Sumbersari I dan II, Prasasti Kedungwangi, Prasasti Nagajatisari, Prasasti Titing, Prasasti Brumbun, Prasasti Mendogo, dan Prasasti Sugio, maka dapat dipastikan bahwa raja Airlangga dahulu pernah berkuasa di Lamongan.
1.    Sendang Rejo sebagai tempat pemerintahan Raja Airlangga.
Sendang rejo adalah sebuah desa yang terletak di kecamatan ngimbang. Di desa tersebut terdapat peninggalan prasasti Airlangga yang dinamakan dengan prasasti sendang rejo. Prasasti ini telah diteliti oleh Machdi Suhadi dan Richadiana K dalam laporan penelitian Epigrafi Jawa Timur. Prasasti ini dahulu disebut Pasar Legi seperti tersebut dalam kitab ROD.1915 No. 1824 dan telah dibuatkan abklatsch dengan nomor 508. Dalam kitab terbaru yang diterbitkan pada tahun 1982 di Tokyo dan disusun oleh Kozo Nakada, prasasti ini terdaftar dengan nomor 162 dan dilengkapi dengan referensi secukupnya.
Berdasarkan isi dari prasasti sendang rejo 965 S dapat diperoleh keterangan bahwa Raja Airlangga bersama putrinya Sri Sanggramawijaya menjalankan pemerintahannya  diwilayah daerah ngimbang[3]. Secara geografis Raja Airlangga memerintah di ngimbang sebab letak wilayah ini strategis disamping itu dengan alasan Raja memilih wilayah ini sebab wilayah ini dirasa sangat aman dari ancaman musuh menginggat wilayah patakan timur ngimbang sudah diketahui oleh musuh ketika Raja Airlangga diserang oleh Raja Wurawari yang saat itu Raja Airlangga bersama abdinya Narottma berada diwilayah tersebut. Namun dalam pengejaran yang dilakukan oleh Raja Wurawari tidak membuahkan hasil karena pada saat itu Airlangga dan Abdinya Narottma atas Nasihat dari Pemburu melarikan diri ke selatan .
Selain itu wilayah Ngimbang berada ditengah-tengah antara kraton kerajaan kahuripan dengan Pelabuhan Kambang Putih Tuban. Hal ini memudahkan Raja Airlangga dalam mengontrol pemerintahan.Dalam masa pemerintahannya di ngimbang, Raja Airlangga di anggap telah berhasil mensejahterahkan rakyatnya hal ini Nampak pada kosmologis kata dari desa Sendang Rejo, kata rejo yang berarti bejo atau makmur.

2.    Pamotan Sebagai Ibu Kota Kerajaan Baru Airlangga.
Pembentukan Ibu kota kerajaan  ini dilatarbelakangi oleh peristiwa penyerangan yang dilakukan oleh musuh Raja Airlangga di Kraton Dharmawangsa Tguh. peristiwa ini terjadi pada saat perayaan pernikahan Raja Airlangga dengan putri Dharmawangsa Tguh. dalam penyerangan ini Dharmawangsa Tguh tewas bersamaan dengan putrinya. Namun raja Airlangga berhasil lolos, dia memutuskan untuk melarikan diri bersama abdinya Narottma ke hutan dan kesutau tempat yang bernama patakan. dalam pengejaran yang dilakukan oleh Raja Wurawari sesampainya di Patakan ternyata tidak membuahkan hasil karena pada saat itu Airlangga dan Abdinya Narottma atas Nasihat dari Pemburu melarikan diri ke selatan. Setelah sampai diwilayah selatan Airlangga beserta abdinya Narottma menjumpai tempat pertapaan para Rsi. Menurut Prasasti pucangan berbahasa Jawa Kuno pada baris ke 7-8 yang berbunyi “ka dri maharaja irikan kala, prasiddha namblas tahun wayah-nira, tapwan dahat kretaparisramaniren sanggrama, mahahetu rerenira, tapwan enak banetni denira rumegep pasarinkepany ayudhanira”. Menyebutkan bahwa pada waktu itu Sri Paduka Raja Airlangga belum mempunyai pengalaman banyak dalam peperangan akibat masih muda dia belum mempunyai keterampilan yang diharuskan mempergunakan secara serius berbagai macam senjata[4]. Sehingga raja Airlangga berguru pada para pemuka agama untuk mencari bekal spiritual/ Brahmacari tingkatan ajaran awal dari agama Hindu sampai mencapai tingkat kesempurnaan/ Sanyasin.
Setelah Airlangga berhasil mengalahkan musuh-musuhnya ia di nobatkan menjadi Raja. Dan menguasai daerah-daerah sekitarnya untuk memperluas kekuasaan. Keberhasilan raja Airlangga dalam menaklukan musuh-musuhnya adalah berkat bantuan dari pemuka agama maka untuk melepas Nazarnya Raja Airlangga membangun pertapaan Suci dilereng gunung Pu gawat kapucangan. Pada masa memerintah kerajaan, Raja Airlangga mempunyai Putri mahkota kerajaan yang bernama Sri Sanggramawijaya. Awalnya raja menghendaki agar putri Sanggramawijaya mengantikan kedudukan Raja Airlangga untuk memerintah kerajaan. Namun  Putri Sanggramawijaya menolak untuk menjadi Raja dan memutuskan untuk menjadi seorang pertapa.
Pada prasasti Pamwatan menyebutkan tentang ibu kota kerajaan yang baru yaitu Dahana. Ada kesan bahwa tak selang berapa lama setelah raja mundur dari kedudukanya telah timbul keadaan yang merisaukannya . maka, ia perlu kembali menduduki tahta dan memindahkan pusat kerajaannya. Keadaan ini ditenggarai seperti telah terjadi perebutan kekuasaan antara beberapa orang yang merasa lebih berhak memegang tampuk pemerintahanya[5].
Penulis berpendapat bahwa alasan Raja Airlangga mendirikan ibu Kota kerajaan baru di Pamwtan adalah agar Sri Paduka Raja Airlangga dekat dengan Putrinya Sanggramawijaya. Mengingat Pamwtan adalah wilayah yang dekat dengan pucangan yang merupakan tempat pertapaan putri Sanggramawijaya. Pendapat penulis dilandasi dari Inspirasi pendapat yang dikemukakan Suterhim bahwa wilayah pucangan perlu di cari disekitar ngimbang sebab mengingat banyaknya peningggalan prasasti Airlangga diwilayah tersebut.

3.    Prasasti Peninggalan Raja Airlangga di Lamongan


       a. Prasasti di Kecamatan Ngimbang
    

       b. Prasasti di Kecamatan Sambeng


       c. Prasasti di Kecamatan Modo


       d. Prasasti di Kecamatan Mantup
    
       e. Prasasti di Kecamatan Brondong
       f.  Prasasti di Kecamatan Lamongan, Babat, Solokuro, dan Paciran


       g. Prasasti di Kecamatan Sugio, Turi, Deket


Sebagai warga Lamongan kita harus bangga bahwa wilayah tempat kelahiran tercinta ini ternyata menyimpan berbagai macam kisah sejarah yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya, yaitu adanya jejak penguasaan seorang raja besar yang bernama Raja Airlangga.
Namun yang perlu disayangkan adalah akibat dari kurangnya perhatian berbagai pihak, banyak  prasasti-prasasti peninggalan Raja Airlangga tersebut dalam kondisi yang sangat memprihatinkan karena terkesan tidak ada kepedulian baik dari pihak yang berwenang maupun masyarakat secara umum. Kondisi ini menyebabkan banyak prasasti yang makin rusak, terkubur atau tenggelam bahkan  banyak juga yang hilang dicuri orang.
Untuk itu kita sebagai warga Lamongan harus hendaknya ikut berperan aktif untuk menjaga dan melestarikan peninggalan bersejarah khususnya dari Raja Airlangga dan peninggalan-peninggalan bersejarah lainnya yang ada di Lamongan pada umumnya. Selain itu kita juga jangan bosan - bosan untuk terus mengadakan penelitian - penelitian barang kali kita menemukan lagi sumber-sumber baru tentang peristiwa-peristiwa bersejarah di kota tercinta ini.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Bagian Humas dan Protokol Kabupaten Lamongan, 2008. Buletin Berita-Berita  Pembangunan Kabupaten Lamongan,
H. Kern : De Steen van den berg penanggoengan (Soerabaja ) , 2005, thans in’t Indian Museum te Calcutta, (V.G VII). Alih basa Dr Ninie Susanti, jurusan Arkeologi F.I.B. Universitas Indonesia, Makalah Disampaikan Dalam “Seminar Internasional Perkembangan Kosa Kata Naskah Jawa Kuna Dalam Bahasa Indonesia Dewasa Ini”,
Machdi Suhadi, Richadiana K. 1996, Laporan Penelitian Epigrafi di wilayah Propinsi Jawa Timur, Jakarta : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.
Susanti. Ninie. 2010, Airlangga Biografi Raja Pembaharu Jawa Abad XI. Jakarta : Komunitas Bambu.

Tim Peneliti dan penyusun Buku Sejarah Sunan Drajat, 1998, Sejarah Sunan Drajat dalam Jaringan Masuknya Islam di Nusantara, Surabaya : PT Bina Ilmu Surabaya.
Yok’s Slice Priyo, 2010, Makalah disampaikan dalam Seminar hari jadi Lamongan : Jejak Raja Airlangga di Bhumi Lamongan.




[1] Tim Peneliti dan Penyusun Buku Sejarah Sunan Drajat , 1998, Sejarah Sunan Drajat dalam Jaringan masuknya Islam di Nusantara, Surabaya : PT Bina Ilmu Surabaya, Halaman 70
[2] Yok”s Slice Priyo, Makalah disampaikan dalam Seminar hari jadi Lamongan :  Jejak Raja Airlangga di Bhumi Lamongan, 2010, Halaman 2
[3] Machdi Suhadi, Richadiana K.1996. Laporan Penelitian Epigrafi di Wilayah Provinsi Jawa Timur.  Jakarta : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.
[4] H. Kern : De Steen van den berg penanggoengan (Soerabaja ) , thans in’t Indian Museum te Calcutta, (V.G VII). Alih basa Dr Ninie Susanti, jurusan Arkeologi F.I.B. Universitas Indonesia, Makalah Disampaikan Dalam “Seminar Internasional Perkembangan Kosa Kata Naskah Jawa Kuna Dalam Bahasa Indonesia Dewasa Ini”, 2005. hlm.417.
[5] Susanti. Ninie. 2010. Airlangga Biografi Raja Pembaharu Jawa Abad XI. Jakarta : Komunitas Bambu. Hlm 102.















1 komentar: