Kesejarahan Kabupaten
Lamongan dibandingkan dengan beberapa wilayah Kabupaten lainnya di Jawa Timur,
nama Lamongan seolah tenggelam dalam khasanah kesejarahan yang beredar di
masyarakat Indonesia pada umumnya. Beberapa daerah kabupaten lain di sekitar Lamongan
mungkin sangat dikenal oleh banyak orang dari aspek kesejarahan wilayahnya,
misalnya Mojokerto dengan kerajaan Majapahit-nya, Tuban dengan sejarah adipati
Ranggalawe-nya yang juga terkenal pada era pemerintahan kerajaan Majapahit.
Sejarah tidak banyak mencatat tentang keberadaan Kabupaten / wilayah Lamongan
segamblang Kadipaten atau Kerajaan Tuban terlebih bila dibandingkan dengan
Majapahit.
Wilayah kabupaten
Lamongan sebenarnya sudah dihuni oleh manusia semenjak jaman sebelum
masehi, Hal ini berdasarkan temuan benda-benda kuno berupa kapak corong,
candrasa, dan gelang-gelang (perhiasan) kuno di sekitar desa Mantup, Kecamatan
Mantup. Beberapa penemuan lain berupa Nekara dari perunggu yang ditemukan di
Desa Kradenanrejo Kecamatan Kedungpring. Benda-benda tersebut menurut
periodesasi prasejarah termasuk dalam masa perundagian di Indonesia yang
berkembang semenjak lebih kurang 300 SM.
Bukti-bukti lain yang
memperkuat bahwa wilayah Lamongan telah dihuni manusia pada prasejarah ialah
ditemukannya kerangka manusia, dan manik-manik kaca, lempengan emas,
kalung-kalung emas, benda-benda besi, gerabah, tulang binatang dan lain-lain
juga di Desa Kradenanrejo Kecamatan Kedungpring. Sistem penguburan dengan
menggunakan nekara sebagai wadah jasad manusia dan benda-benda milik si mati,
berlaku pada masa perundagian. Kapak corong dan candrasa saat ini disimpan di
Museum Mpu Tantular Surabaya di bawah no.4437 dan 4438, begitu juga dengan
nekara[1]
Pengaruh agama dan
kebudayaan Hindu di wilayah Lamongan ternyata juga cukup luas, salah
satunya adalah keberadaan raja Airlangga. Lamongan memang menyimpan banyak data
berkaitan dengan masa pemerintahan kerajaan Prabu Airlangga, terutama berupa
tulisan diatas batu atau yang biasa disebut dengan prasasti batu.
Dari data sementara yang terkumpul paling tidak terdapat 41 prasasti batu yang
sebagian besar diperkirakan berasal dari zaman sebelum munculnya Kerajaan
Majapahit, namun demikian belum pernah ditemukan adanya keterangan prasasti
pada era Singasari. Beberapa prasasti seperti prasasti Pamwatan (Pamotan),
prasasti Pasar Legi (Sendang Rejo, dulunya satu Desa), prasasti Puncakwangi,
Prasasti Wotan (Slahar Wotan), dan lainnya jelas teridentifikasi sebagai
prasasti-prasasti yang di keluarkan oleh Prabu Airlangga. Selain prasasti-prasasti
tersebut ternyata masih banyak jajaran prasasti lainnya yang belum
teridentifikasi secara pasti mengenai tahun dikeluarkannya prasasti dan juga
kandungan isi dari prasasti itu sendiri [2]
Menurut hasil
penelitian para arkeolog, sebagian besar prasasti Airlangga banyak ditemukan
disekitar Jombang dan Lamongan, membujur dari sekitar Ploso ditepian sungai
Brantas, Sambeng, Ngimbang, Modo, dan Babat sekitar Bengawan Solo. Berdasarkan
data faktual berupa prasasti tersebut maka tidak heran jika banyak ahli sejarah
yang menyimpulkan bahwa pusat kekuasaan Raja Airlangga diperkirakan berada di
sekitar Ngimbang. Jika pendapat ini benar maka bisa dipastikan bahwa Lamongan
merupakan daerah yang penting semasa Pemerintahan Kerajaan Airlangga. Dengan
demikian maka tidak dapat dipungkiri bahwa wilayah Lamongan menjadi sentral
dalam upaya mengungkap dan mempelajari sejarah kerajaan Airlangga.
Siapakah Raja Airlangga itu ?
Airlangga berarti air
yang melompat. Ia lahir di pulau Bali tahun 991
Masehi dan meninggal di Belahan tahun 1049. Ayahnya bernama Udayana, raja Kerajaan Bedahulu, Bali dari Wangsa Warmadewa.
Ibunya bernama Mahendradatta, seorang putri Wangsa Isyana dari Kerajaan Medang. Ia dibesarkan di istana Watugaluh (kerajaan
Medang) dibawah pemerintahan raja Dharmawangsa. Waktu itu Medang menjadi
kerajaan yang cukup kuat, bahkan mengadakan penaklukan ke Bali, mendirikan
koloni di Kalimantan Barat, serta mengadakan serangan ke Sriwijaya. Airlangga
memiliki dua orang adik, yaitu Marakata (menjadi
raja Bali sepeninggal ayah mereka) dan Anak Wungsu (naik
takhta sepeninggal Marakata). Dalam
berbagai prasasti yang dikeluarkannya, Airlangga mengakui sebagai keturunan
dari Mpu Sindok dari Wangsa Isyana dari kerajaan Medang Mataram di Jawa Tengah (Endik
Koeswoyo, 2009 : 96)
Airlangga adalah
pendiri Kerajaan Kahuripan, yang
memerintah 1019-1042 M dengan gelar Abhiseka Sri Maharaja Rakai Halu
Sri Dharmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa. Sebagai seorang
raja, ia memerintahkan Mpu Kanwa untuk mengubah Kakawin Arjunawiwaha yang
menggambarkan keberhasilannya dalam peperangan. Di akhir masa pemerintahannya,
kerajaannya dibelah dua menjadi Kerajaan Kadiri dan Kerajaan Janggala bagi kedua putranya. Nama Airlangga
sampai saat ini masih terkenal dalam berbagai cerita rakyat, dan sering
diabadikan di berbagai tempat di Indonesia.
Silsilah Raja Airlangga
Silsilah yang dibuat
dari salah satu prasastinya yaitu Prasasti Pucangan sansekerta yang berangka
tahun 1037 (959 saka) yang memuat data tentang riwayat hidup Airlangga jelas
terlihat sebuah silsilah keluarga dari Mpu Sindok hingga Airlangga. Dimulai
dari Mpu Sindok yang dicantumkan namaya dalam Prasasti Pucangan sansekerta pada
awal silsilah yaitu Sri Ishanatungga, kemudian mempunyai anak perempuan yang
bernama Sri Isanatunggawijaya yang bersuamikan Sri Lokapala dan mempunyai putra
yang bernama Sri Makutawangsawardddhana, kemudian ia mempunyai putri yang
diberi nama olehnya yaitu Mahendradatta atau Gunapriyadhammapatni, yang
kemudian menikah dengan Udayana yang merupakan Raja Bali dari wangsa warwadewa,
dan mempunyai anak yang bernama Airlangga.
Jejak Penguasaan Raja Airlangga di Lamongan dalam
Kajian Analisis Prasasti dan Foklor
Berdasarkan bukti
peninggalan Prasasti Airlangga di wilayah Lamongan, diantaranya : Prasasti
Pamwatan 964 Śaka, Prasasti Pasar legi 965 Śaka, Prasasti Sendang Gede, Prasasti
Drujugurit, Prasasti Lemahbang, Prasasti Wotan, Prasasti Sumbersari I dan
II, Prasasti Kedungwangi, Prasasti Nagajatisari, Prasasti Titing, Prasasti
Brumbun, Prasasti Mendogo, dan Prasasti Sugio, maka dapat dipastikan bahwa raja
Airlangga dahulu pernah berkuasa di Lamongan.
1. Sendang Rejo sebagai tempat
pemerintahan Raja Airlangga.
Sendang rejo adalah sebuah desa yang terletak di
kecamatan ngimbang. Di desa tersebut terdapat peninggalan prasasti Airlangga
yang dinamakan dengan prasasti sendang rejo. Prasasti ini telah diteliti oleh
Machdi Suhadi dan Richadiana K dalam laporan penelitian Epigrafi Jawa Timur.
Prasasti ini dahulu disebut Pasar Legi seperti tersebut dalam kitab ROD.1915
No. 1824 dan telah dibuatkan abklatsch dengan nomor 508. Dalam kitab terbaru
yang diterbitkan pada tahun 1982 di Tokyo dan disusun oleh Kozo Nakada,
prasasti ini terdaftar dengan nomor 162 dan dilengkapi dengan referensi
secukupnya.
Berdasarkan isi dari prasasti sendang rejo 965 S dapat
diperoleh keterangan bahwa Raja Airlangga bersama putrinya Sri Sanggramawijaya
menjalankan pemerintahannya diwilayah daerah ngimbang[3].
Secara geografis Raja Airlangga memerintah di ngimbang sebab letak wilayah ini
strategis disamping itu dengan alasan Raja memilih wilayah ini sebab wilayah
ini dirasa sangat aman dari ancaman musuh menginggat wilayah patakan timur
ngimbang sudah diketahui oleh musuh ketika Raja Airlangga diserang oleh Raja
Wurawari yang saat itu Raja Airlangga bersama abdinya Narottma berada diwilayah
tersebut. Namun dalam pengejaran yang dilakukan oleh Raja Wurawari tidak
membuahkan hasil karena pada saat itu Airlangga dan Abdinya Narottma atas
Nasihat dari Pemburu melarikan diri ke selatan .
Selain itu wilayah Ngimbang berada ditengah-tengah
antara kraton kerajaan kahuripan dengan Pelabuhan Kambang Putih Tuban. Hal ini
memudahkan Raja Airlangga dalam mengontrol pemerintahan.Dalam masa
pemerintahannya di ngimbang, Raja Airlangga di anggap telah berhasil
mensejahterahkan rakyatnya hal ini Nampak pada kosmologis kata dari desa
Sendang Rejo, kata rejo yang berarti bejo atau makmur.
2. Pamotan Sebagai Ibu Kota
Kerajaan Baru Airlangga.
Pembentukan Ibu kota kerajaan ini
dilatarbelakangi oleh peristiwa penyerangan yang dilakukan oleh musuh Raja
Airlangga di Kraton Dharmawangsa Tguh. peristiwa ini terjadi pada saat perayaan
pernikahan Raja Airlangga dengan putri Dharmawangsa Tguh. dalam penyerangan ini
Dharmawangsa Tguh tewas bersamaan dengan putrinya. Namun raja Airlangga
berhasil lolos, dia memutuskan untuk melarikan diri bersama abdinya Narottma ke
hutan dan kesutau tempat yang bernama patakan. dalam pengejaran yang dilakukan
oleh Raja Wurawari sesampainya di Patakan ternyata tidak membuahkan hasil
karena pada saat itu Airlangga dan Abdinya Narottma atas Nasihat dari Pemburu
melarikan diri ke selatan. Setelah sampai diwilayah selatan Airlangga beserta
abdinya Narottma menjumpai tempat pertapaan para Rsi. Menurut
Prasasti pucangan berbahasa Jawa Kuno pada baris ke 7-8 yang berbunyi “ka
dri maharaja irikan kala, prasiddha namblas tahun wayah-nira, tapwan dahat
kretaparisramaniren sanggrama, mahahetu rerenira, tapwan enak banetni denira
rumegep pasarinkepany ayudhanira”. Menyebutkan bahwa pada waktu itu Sri
Paduka Raja Airlangga belum mempunyai pengalaman banyak dalam peperangan akibat
masih muda dia belum mempunyai keterampilan yang diharuskan mempergunakan
secara serius berbagai macam senjata[4]. Sehingga raja
Airlangga berguru pada para pemuka agama untuk mencari bekal spiritual/ Brahmacari tingkatan
ajaran awal dari agama Hindu sampai mencapai tingkat kesempurnaan/ Sanyasin.
Setelah Airlangga berhasil mengalahkan musuh-musuhnya
ia di nobatkan menjadi Raja. Dan menguasai daerah-daerah sekitarnya untuk
memperluas kekuasaan. Keberhasilan raja Airlangga dalam menaklukan
musuh-musuhnya adalah berkat bantuan dari pemuka agama maka untuk melepas
Nazarnya Raja Airlangga membangun pertapaan Suci dilereng gunung Pu gawat
kapucangan. Pada masa memerintah kerajaan, Raja Airlangga mempunyai Putri
mahkota kerajaan yang bernama Sri Sanggramawijaya. Awalnya raja menghendaki
agar putri Sanggramawijaya mengantikan kedudukan Raja Airlangga untuk
memerintah kerajaan. Namun Putri Sanggramawijaya menolak untuk menjadi
Raja dan memutuskan untuk menjadi seorang pertapa.
Pada prasasti Pamwatan menyebutkan tentang ibu kota
kerajaan yang baru yaitu Dahana. Ada kesan bahwa tak selang berapa lama setelah
raja mundur dari kedudukanya telah timbul keadaan yang merisaukannya . maka, ia
perlu kembali menduduki tahta dan memindahkan pusat kerajaannya. Keadaan ini
ditenggarai seperti telah terjadi perebutan kekuasaan antara beberapa orang
yang merasa lebih berhak memegang tampuk pemerintahanya[5].
Penulis berpendapat bahwa alasan Raja Airlangga
mendirikan ibu Kota kerajaan baru di Pamwtan adalah agar Sri Paduka Raja
Airlangga dekat dengan Putrinya Sanggramawijaya. Mengingat Pamwtan adalah
wilayah yang dekat dengan pucangan yang merupakan tempat pertapaan putri
Sanggramawijaya. Pendapat penulis dilandasi dari Inspirasi pendapat yang
dikemukakan Suterhim bahwa wilayah pucangan perlu di cari disekitar ngimbang
sebab mengingat banyaknya peningggalan prasasti Airlangga diwilayah tersebut.
3. Prasasti Peninggalan Raja Airlangga di
Lamongan
Sebagai warga Lamongan kita harus bangga bahwa wilayah
tempat kelahiran tercinta ini ternyata menyimpan berbagai macam kisah sejarah
yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya, yaitu adanya jejak penguasaan
seorang raja besar yang bernama Raja Airlangga.
Namun yang perlu disayangkan adalah akibat dari
kurangnya perhatian berbagai pihak, banyak prasasti-prasasti peninggalan
Raja Airlangga tersebut dalam kondisi yang sangat memprihatinkan karena
terkesan tidak ada kepedulian baik dari pihak yang berwenang maupun masyarakat
secara umum. Kondisi ini menyebabkan banyak prasasti yang makin rusak, terkubur
atau tenggelam bahkan banyak juga yang hilang dicuri orang.
Untuk itu kita sebagai warga Lamongan harus hendaknya
ikut berperan aktif untuk menjaga dan melestarikan peninggalan bersejarah
khususnya dari Raja Airlangga dan peninggalan-peninggalan bersejarah lainnya
yang ada di Lamongan pada umumnya. Selain itu kita juga jangan bosan - bosan
untuk terus mengadakan penelitian - penelitian barang kali kita menemukan lagi
sumber-sumber baru tentang peristiwa-peristiwa bersejarah di kota tercinta ini.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Bagian Humas dan Protokol Kabupaten Lamongan, 2008.
Buletin Berita-Berita Pembangunan Kabupaten Lamongan,
H. Kern : De Steen van den berg penanggoengan
(Soerabaja ) , 2005, thans in’t Indian Museum te Calcutta, (V.G VII). Alih
basa Dr Ninie Susanti, jurusan Arkeologi F.I.B. Universitas Indonesia, Makalah
Disampaikan Dalam “Seminar Internasional Perkembangan Kosa Kata Naskah Jawa
Kuna Dalam Bahasa Indonesia Dewasa Ini”,
Machdi Suhadi, Richadiana K. 1996, Laporan Penelitian
Epigrafi di wilayah Propinsi Jawa Timur, Jakarta : Pusat Penelitian Arkeologi
Nasional.
Susanti. Ninie. 2010, Airlangga Biografi Raja
Pembaharu Jawa Abad XI. Jakarta : Komunitas Bambu.
Tim Peneliti dan penyusun Buku Sejarah Sunan Drajat,
1998, Sejarah Sunan Drajat dalam Jaringan Masuknya Islam di Nusantara, Surabaya
: PT Bina Ilmu Surabaya.
Yok’s Slice Priyo, 2010, Makalah disampaikan dalam
Seminar hari jadi Lamongan : Jejak Raja Airlangga di Bhumi Lamongan.
[1] Tim
Peneliti dan Penyusun Buku Sejarah Sunan Drajat , 1998, Sejarah Sunan Drajat
dalam Jaringan masuknya Islam di Nusantara, Surabaya : PT Bina Ilmu Surabaya,
Halaman 70
[2] Yok”s
Slice Priyo, Makalah disampaikan dalam Seminar hari jadi Lamongan : Jejak
Raja Airlangga di Bhumi Lamongan, 2010, Halaman 2
[3] Machdi
Suhadi, Richadiana K.1996. Laporan Penelitian Epigrafi di Wilayah Provinsi Jawa
Timur. Jakarta : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.
[4] H. Kern : De
Steen van den berg penanggoengan (Soerabaja ) , thans in’t Indian Museum te
Calcutta, (V.G VII). Alih basa Dr Ninie Susanti, jurusan Arkeologi
F.I.B. Universitas Indonesia, Makalah Disampaikan Dalam “Seminar Internasional
Perkembangan Kosa Kata Naskah Jawa Kuna Dalam Bahasa Indonesia Dewasa Ini”,
2005. hlm.417.
[5] Susanti. Ninie.
2010. Airlangga Biografi Raja Pembaharu Jawa Abad XI. Jakarta : Komunitas
Bambu. Hlm 102.
👍🏻
BalasHapus